Truck Balak PT IKPP
Siak – Agus (56), seorang sopir truk balak asal Kisaran, Sumatera Utara, telah menggeluti profesi ini sejak tahun 1996. Selama hampir tiga dekade, ia merasakan perubahan drastis dalam dunia transportasi kayu, termasuk semakin sulitnya mendapatkan penghasilan layak.
Menurut Agus, jumlah sopir truk saat ini semakin banyak, sementara kesempatan kerja semakin terbatas.
Akibatnya, persaingan semakin ketat dan upah yang diterima jauh dari kata cukup.
Bahkan, pria 56 tahun itu merasa upah sopir saat ini berada jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan tidak sebanding dengan tingkat risiko yang harus dihadapi.
“Dulu, toke yang mencari sopir. Sekarang, ribuan sopir yang berebut mencari toke untuk bisa bekerja,” ujar Agus Rabu (5/2).
Sebagai seorang kepala keluarga dengan lima anak, Agus harus berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Pria asal Sumatera Utara (Sumut) itu menceritakan rutinitasnya dalam mengangkut kayu dari Duri 13 ke PT IKPP Perawang, Kabupaten Siak, Riau.
Perjalanan pulang-pergi dari tempat memuat kayu ke pabrik IKPP memakan waktu sekitar dua hingga tiga hari, dengan uang jalan dari toke sebesar Rp 2,1 juta.
“Dari uang jalan itu, Rp 1,1 juta habis untuk BBM. Sisanya buat biaya makan dan kebutuhan di jalan,” katanya.
Selain uang jalan, Agus juga mengaku mendapat uang tonase, yakni Rp 10 ribu per ton. Dalam sebulan, ia bisa mengumpulkan sekitar Rp 4 hingga 5 juta dari uang tonase tersebut. Penghasilan inilah yang ia kirimkan untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya di kampung.
Meski demikian, Agus tetap berusaha tegar dan semangat dalam menjalani pekerjaannya.
Kendati begitu, ia berharap pemerintah dan perusahaan bisa lebih memperhatikan kesejahteraan sopir truk, terutama dalam hal upah dan fasilitas kerja.
“Kami hanya ingin keadilan. Kami bekerja siang dan malam, tidur dimana mata mengantuk saja bahkan sering di mobil, dan menghadapi risiko di jalan, tapi penghasilan kami masih jauh dari layak. Semoga pemerintah dan perusahaan peduli dengan nasib kami,” pungkasnya penuh harapan.
Profesi sopir truk balak memang tidak mudah. Di tengah tantangan ekonomi dan persaingan yang semakin berat, mereka tetap bekerja dengan tekad demi keluarga. Perhatian dari pemerintah dan perusahaan sangat dibutuhkan agar kesejahteraan para sopir bisa lebih baik di masa depan seiring semakin tingginya populasi penduduk dan sulitnya mencari pekerjaan.