Pelalawan- PT Musim Mas, salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah muncul tudingan bahwa mereka mengelola lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU). Berdasarkan laporan tahun 2020, PT Musim Mas tercatat memiliki lahan perkebunan sawit seluas 123.591 hektare (ha), hampir dua kali lipat dari luas wilayah DKI Jakarta yang hanya 66.150 ha. Lahan ini tersebar di dua pulau besar, yakni Kalimantan seluas 67.007 ha dan Sumatra seluas 56.584 ha.
Khusus di Kabupaten Pelalawan, hingga akhir tahun 2022, PT Musim Mas diketahui memiliki lebih dari 28 ribu hektar lahan, yang mana lebih dari 14% di antaranya telah bersertifikat sebagai lahan konservasi. Namun, angka ini diperdebatkan oleh beberapa pengamat dan aktivis lingkungan, yang menyebutkan bahwa PT Musim Mas diduga mengelola lahan di luar batas HGU yang telah ditetapkan.
Tudingan ini semakin kuat setelah adanya keluhan dari masyarakat Desa Air Hitam. Mereka menuntut agar tanah seluas 2.050 ha, yang terletak di luar HGU berdasarkan Surat Keputusan Usaha Nomor 1 tanggal 2 April 1997 atas nama PT Musim Mas, dikembalikan kepada masyarakat desa. Hingga saat ini, permasalahan tersebut belum menemukan titik terang.
Selain itu, sejumlah isu lain turut memperkuat dugaan bahwa PT Musim Mas menguasai lahan di luar HGU. Persoalan terkait Tanah Ulayat, hak ulayat masyarakat adat, serta makam warga yang kini berada di dalam area yang dipatok oleh PT Musim Mas juga menambah daftar panjang kontroversi ini.
Merespons tudingan ini, Manajer PT Musim Mas, Malinton Purba, menyatakan bahwa pihaknya siap untuk bersikap terbuka dan bersedia melakukan pengukuran ulang lahan. “Terkait dengan informasi lahan di luar HGU, kami siap untuk melakukan kroscek bersama. Kami juga akan memverifikasi data masing-masing, karena sepanjang yang kami kelola, tidak ada lahan di luar HGU,” tegas Malinton.
Pernyataan ini resmi di tujukan kepada pihak mana saja yang sering mempertanyakan luasan HGU PT Musim Mas, sehingga tudingan yang beredar tetap memerlukan investigasi lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahpahaman antara perusahaan dan masyarakat sekitar. ***JC