Hukrim  

Terima Suap dari Bandar Narkoba, Pasutri Polisi dan Jaksa Dituntut Berbeda Oleh JPU

PEKANBARU.- Masih ingat dengan kasus yang menjerat pasangan Bripka Bayu Abdillah dan istrinya seorang Jaksa bernama Sri Haryati diduga menerima suap Rp 2,6 miliar pada Mei 2023 lalu dari seorang terdakwa kasus narkoba?

Kasus itu kini telah masuk ke persidangan dengan agenda tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pasangan suami istri (pasutri) polisi-jaksa, Bripka Bayu Abdillah dan Sri Haryati dituntut hukuman berbeda oleh JPU, karena menerima suap dalam penanganan kasus narkoba. Bayu dituntut 3 tahun sedangkan Sri dituntut 2 tahun penjara.

Sri dan Bayu menerima uang hampir Rp1 miliar dari terdakwa kasus narkoba bernama Fauzan Afriansyah alias Vincent. Uang tersebut dimaksudkan untuk ‘memainkan’ tuntutan bagi terdakwa, supaya diringankan.

Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Salomo Ginting, Selasa (16/7/2024) lalu.

Sri mengikuti sidang secara offline sedangkan Bayu secara online dari Rutan Polda Riau.

Kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menurut JPU, perbuatan Bayu dan Sri memenuhi unsur dalam pasal tersebut, yaitu menerima sesuatu sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah memberantas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Hal meringankan, terdakwa mengakui menyesal dan berjanji tak akan mengulangi perbuatannya.

“Menuntut supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Bayu Abdillah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana selama 3 tahun dengan perintah tetap ditahan,” ujar JPU, Riskal Al Amin.

Selain penjara, JPU menuntut Bayu membayar denda Rp259 juta. Dengan ketentuan jika denda tak dibayarkan maka diganti hukuman kurungan selama 6 bulan.

Untuk Sri Haryati, JPU menuntut hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp100 juta.

“Apabila denda tidak dibayarkan maka diganti kurungan selama 6 bulan,” kata JPU.

Atas tuntutan itu, Bayu dan Sri berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.

“Kami akan menanggapi secara tertulis melalui nota pembelaan (pledoi) dalam sidang berikutnya,” kata penasehat hukum terdakwa, Rizki.

Majelis hakim menunda sidang pembacaan pledoi pada persidangan Selasa, 23 Juli 2024. “Nota pembelaan yang disiapkan penasehat hukum tidak mengurangi hak terdakwa untuk membuat nota pembelaan sendiri,” tutur hakim ketua, Salomo.

https://riauexpose.com/wp-content/uploads/2024/06/Merah-Ilustratif-Modern-Dirgahayu-Bhayangkara-Instagram-Story_20240629_090843_0000.png