Persiteruan Antara PT NSR dan Petani, Maruli Silaban : Perusahaan Harus Hormati Hak Petani

PH Maruli Silaban (istimewa)

PELALAWAN – Kasus antara PT Nusantara Sentosa Raya (NSR) dan para petani di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Pelalawan, menjadi viral dan menimbulkan perhatian berbagai pihak.

Kejadian ini mencuat setelah beberapa petani dan pekerja yang sedang memanen sawit diamankan oleh pihak PT NSR dan dilaporkan ke Polres Pelalawan, Rabu 19 Juni 2024 lalu.

Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi di kabupaten Pelalawan, PT NSR  telah berulang kali melaporkan petani atas tuduhan tindak pidana dengan tujuan menguasai lahan yang sebelumnya dikelola oleh petani.

Maruli Silaban SH, yang bertindak sebagai penasihat hukum 4 orang pekerja kebun sawit yang ditangkap oleh security dilapor ke Polres Pelalawan angkat bicara.

Untuk diketahui bahwa petani yang lokasi lahannya dianggap masuk kawasan hutan telah berproses pengampunan negara dalam pengurusan keterlanjuran Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) PP no 24.

Maruli Silaban selaku kuasa hukum menegaskan bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, PT NSR harus menghormati hak-hak para petani yang telah lebih dahulu mengelola lahan tersebut.

“Peraturan perundang-undangan mengharuskan bahwa pengelolaan lahan yang melibatkan masyarakat harus memperhatikan hak-hak mereka dan memberikan kompensasi yang adil jika terjadi penggusuran, rasionalisasi luasan konsesi atau peralihan hak,” kata Maruli.

Selain penangkapan pekerja petani, PT NSR juga diduga melakukan intimidasi terhadap petani dan perusakan kebun termasuk parit gajah.

“Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai peristiwa hukum pidana dan pelanggaran hak asasi manusia,” sebutnya.

“Tuduhan terhadap petani yang memasuki konsesi PT NSR juga menjadi dasar ancaman penggusuran paksa,” ujarnya menambahkan.

Petani yang memiliki bukti Proses UUCK (Undang-Undang Cipta Kerja) terkait dengan PP 24 Tahun 2021 tentang keterlanjuran.

Keterlanjuran dengan Regulasi: Melalui PP 24 Tahun 2021, pemerintah menetapkan aturan untuk menangani  kegiatan yang terlanjur berjalan. Regulasi ini mencakup persyaratan administrasi, teknis, dan lingkungan yang harus dipenuhi.

Proses UUCK dengan PP 24 dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi lingkungan serta kepentingan masyarakat tanpa menghambat perkembangan ekonomi dan investasi.

Maruli Silaban menekankan pentingnya perhatian serius dari pihak berwenang untuk memastikan keadilan bagi para petani yang telah mengurus pengampunan keterlanjuran mengelola lahan dan masuk proses UUCK.

Pihak PT NSR yang mau di konfirmasi terkait tindakan intimidasi, penangkapan dan perusakan yang tidak hanya merugikan petani, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial dan hukum di wilayah tersebut.

Sementara Yun Kenedi sebagai humas PT NSR belum bersedia memberikan jawaban kepada rekan media terkait hal tersebut. (Rizky)

https://riauexpose.com/wp-content/uploads/2024/06/Merah-Ilustratif-Modern-Dirgahayu-Bhayangkara-Instagram-Story_20240629_090843_0000.png